BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010”,menurut Depkes 1999.
Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka penyelenggaraan upaya kesehatan perlu memperhatikan kebijakan umum, diantaranya adalah peningkatan upaya kesehatan melalui pencegahan dan pengurangan angka kesakitan (morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita dan wanita hamil, melahirkan dan masa nifas melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan dan rehabilitasi.
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju,modern dan industri.Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif,kangker,gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono dalam Hawari 2001).Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung,namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan,karena mereka tidak produktif dan tidak efisien.
Mengingat masalah gangguan jiwa yang meningkat akhir-akhir ini dan terjadinya gempa dahsyat dengan kekuatan 8.9 Skala Richter pada tanggal 28 Maret 2005 yang melanda Kepulauan Nias, yang kesemuanya mengakibatkan dampak fisik dan psikologis, maka WHO memandang perlu program CMHN.
Kegiatan program CMHN merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai dari proses rekruitmen perawat CMHN yang akan mengikuti pelatihan, pertemuan persiapan yang melibatkan beberapa sector yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah setempat dalam rangka memperoleh dukungan pelaksanan CMHN, kegiatan Pelatihan Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat (Basic Course of Community Mental Health Nursing (BC-CMHN) berupa pemberian pengetahuan dan keterampilan bagi perawat Puskesmas, sehingga memiliki kompetensi melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan jiwa, selanjutnya implementasinya di masyarakat dan kegiatan supervisi.
WHO memandang pelaksanaan Program CMHN tersebut sangat positif karena dapat memenuhi sasaran dalam upaya penanganan masalah pasien gangguan jiwa di masyarakat. Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis mencantumkan judul sebagai mana yaitu “Community Mental Healthy Nursing (CMHN)”yg berarti keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sehat jiwa, masalah psikososial, dan gangguan jiwa ?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar community mental heart nursing?
3. Bagaimana konseptual model keperawatan jiwa komunitas?
4. Bagaimana peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas?
5. Bagaimana kompetensi perawatan kesehatan jiwa komunitas (competent of caring)
6. Bagaimana pelayanan keperawatan jiwa komunitas ?
7. Apa saja enis Gangguan Jiwa yang ditangani (Anak, Remaja, dan Lansia)
8. Bagaimana perkembangan keperawatan jiwa komunitas ?
9. Bagaimana perawatan klien gangguan jiwa ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi tentang ilmu keperawatan khususnya pada bidang keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh informasi tentang keberadaan CMHN pada ilmu keperawatan saat ini.
b. Mengetahui konseptual model keperawatan kesehatan jiwa masayarakat yang ada.
c. Memperoleh pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada kesehatan jiwa komunitas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sehat Jiwa, Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa
1. Pengertian Sehat jiwa
a. Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain
b. Kesehatan jiwa adalah suatu kondiri yang memungkinkan perkembangan optimal bagi individu secara fisik,intelektual dan emosional sepanjang hal itu tidak bertentangn dengan kepentingan orang lain (WHO)
c. Sehat jiwa menurut Dirjen Keswa Depkes RI (1991) adalah kondisi yang memungkinkan berkembangnya fisik,intelektual dan emosional seseorang secara oftimal sehingga ia mampu tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungannya secara wajar dengan harkat martabat manusia
d. Kesehatan jiwa deselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara oftimal baik intelektual maupun emosional (pasal 24,UU tentang kesehatan,1992).Upaya peningkatan kesehatan jiwa dilakukan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara oftimal,baik intelektual maupun emosional melalui pendekatan peningkatan kesehatan,pencegahan dan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan,agar seseorang dapat tetap atau kembali hidup secara harmonis,baik dalam lingkungan keluarga,lingkungan kerja dan atau dalam lingkungan masyarakat.
e. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia.
Ciri-ciri sehat jiwa adalah :
a. Bersikap positif terhadap diri sendiri
b. Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai aktualisasi diri.
c. Mampu mengatasi stress atau perubahan pada dirinya
d. Bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang diambil
e. Mempunyai persepsi yang realistis dan menghargai perasaan perasaan serta sikap orang lain
f. Mampu menyuaikan diri dengan lingkungan
Ciri – ciri individu yang sehat jiwa meliputi menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman bersama orang lain.
2. Masalah Psikososial
Masalah psikososial yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa, atau (gangguan kesehatan) secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.
Ciri-ciri masalah psikososial, yaitu :
a. Cemas, hawatir berlebihan, takut
b. Mudah tersinggung
c. Sulit berkonsentrasi
d. Bersifat ragu-ragu merasa rendah diri
e. Merasa kecewa
f. Pemarah dan agresif
g. Reaksi fisik seperti jantung berdebar,, otot tegang, sakit kepala
3. Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan pada fungsi gangguan jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanaan peran.
Ciri-ciri gangguan jiwa, yaitu :
a. Sedih berkepanjangan
b. Tidak bersemangat dan cenderung malas
c. Marah tanpa sebab
d. Menggantung diri
e. Tidak mengenali orang
f. Bicara kacau
g. Bicara sendiri
h. Tidak mampu merawat diri
B. Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing
1. Pengertian
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa , rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa).
Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang berfokuskan pada pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial (resiko gangguan jiwa) dan pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.
Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual.
a. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh yag dialami anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan dala rangka adaptasi mereka terhadap kondisi fisiknya. Demikian pula dengan penyakit fisik lain baik yang akut,kronis maupun terminal yang memberi dampak pada kesehatan jiwa.
b. Aspek psikologis
Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat seperti ketakutan, trauma,kecemasan maupun kondisi yang lebih berat yang memerlukakan pelayanan agar mereka dapat beradaptasi dengan situasi tersebut.
c. Aspek sosial
Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak , keluarga dekat, kehilangan pekerjaan , tempat tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari berbagai sektor terkait agar mereka mampu mempertahankan kehidupan sosial yang memuaskan.
d. Aspek cultural
Dikaitkan dengan tolong menolong dan kekeluargaan yang dapat digunakan sebagai sistem pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan.
e. Aspek spiritual
Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan sebagai potensi masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah kesehatan yang terjadi.
Pelayanan keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua jenjang pelayanan yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialis , pelayanan kesehatan jiwa integratif dan pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat. Perberdayaan seluruh potensi dan sumber daya yang ada dimasyarakat diupayakan agar terwujud masyarakat yang mandiri dalam memelihara kesehatannya.
2. Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa
a. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat dengan klien).
b. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).
c. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam keperawatan jiwa).
d. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan jiwa).
e. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam keperawatan jiwa).
f. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam keperawatan jiwa).
g. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam keperawatan jiwa).
h. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam keperawatan jiwa).
i. Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan: dengan standar- standar perawatan).
j. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional).
3. Jenis – jenis CMHN
a. Basic Course (BC) CMHN
Sasaran : perawat keswamas (puskesmas)
Kegiatan :perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan (7 Dx Keperawatan) pada klien dan keluarga pasien gangguan jiwa dirumah.
b. Intermediate Course (IC) CMHN
Sasaran : Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas)
Kegiatan :
1. Membentuk desa siaga sehat jiwa
2. Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening ggn jiwa di masyarakat, masalah psikososial dan sehat jiwa.
3. Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan masalah psikososial dan mengembangkan rehabilitasi pasien gangguan jiwa.
c. Advance Course (AC) CMHN
Sasaran : individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal dan informal serta masyarakat luas
Kegiatan :
1. Manajemen keperawatan kesehatan jiwa
2. Kerjasama Lintas sektoral
1. Psycoanalytical (Freud, Erickson). Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral). Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).
2. Interpersonal ( Sullivan, peplau). Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati. Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Social ( Caplan, Szasz). Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom). Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial) Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.
4. Existensial ( Ellis, Rogers). Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Body imagenya. Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control behavior). Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment.
5. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland). Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu. Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon coping adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya. Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.
6. Medica ( Meyer, Kraeplin). Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.
C. Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya. Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa.
Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.
1. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
3. Berperan serta dalam pengelolaan kasus
4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental - penyuluhan dan konseling
5. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
6. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan
D. Kompetensi Perawat Kesehatan Jiwa Komunitas (Competent Of Caring)
1. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.
2. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.
3. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi, koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
4. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
5. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.
6. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
7. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
E. Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas
Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
1) Pendidikan menjadi orangtua
2) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
3) Memantau dan menstimulasi perkembangan
4) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
b. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
1) Stress pekerjaan
2) Stress perkawinan
3) Stress sekolah
4) Stress pasca bencana
c. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
2) Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua asuhbagi anak yatim piatu.
3) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendapatkan pekerjaan
4) Mnedapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat tinggal.
d. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang dilakukan:
1) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
2) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti orang lain.
3) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri seseorang.
e. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh karena itu perlu dilakukan program :
1) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda bunuh diri.
2) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
3) Melatih keterampilan koping yang adaptif.
2. Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan penemuan langsung.
b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
2) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
3) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di tempat– tempat umum)
4) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan dokter) dan memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.
5) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
6) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.
7) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.
8) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi keluarga dan terapi lingkungan.
9) Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
10) Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan dalam 24 pukul melalu telepon berupa pelayan konseling.
11) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pelayana keperawatan adalah : pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier meliputi :
1. Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber dimasyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyrakat (tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap penerima pasien gangguan jiwa.
b. Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penanganan pasien yang melayani kekambuhan.
2. Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :
a. Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
b. Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat.
c. Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien produktif kembali.
d. Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan untuk dirinya.
3. Program sosialisasi
a. Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b. Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari [ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
c. Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat rekreasi.
d. Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian bersama, majelis taklim, kegiatan adat)
4. Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
b. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang yang berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.
F. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada (Anak, Remaja dan Lansia)
1. Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada Anak
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai 11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Hal ini menjadikan masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi Kementerian Kesehatan karena merupakan tantangan yang besar dengan kompleksitas tinggi di berbagai lapisan dan aspek kehidupan. Anak-anak dapat menderita gangguan jiwa, sebagai berikut :
a. Gangguan kecemasan : Anak-anak dengan gangguan kecemasan menanggapi hal-hal tertentu atau situasi dengan rasa takut dan ketakutan, serta dengan tanda-tanda fisik dari kecemasan (gugup), seperti detak jantung yang cepat dan berkeringat.
b. Gangguan perilaku : Anak-anak dengan gangguan ini cenderung untuk menentang aturan dan sering mengganggu di lingkungan terstruktur, seperti sekolah.
c. Gangguan perkembangan : Anak-anak dengan gangguan ini biasanya pola pemikiran mereka memiliki masalah dalam memahami dunia di sekitar mereka.
d. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan emosi dan sikap, serta perilaku yang tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh bahkan makanan.
e. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini mempengaruhi perilaku yang terkait dengan pembuangan limbah tubuh (feses dan urin).
f. Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus bahkan berubahnya suasana hati dengan cepat.
g. Skizofrenia : Ini adalah gangguan serius yang melibatkan persepsi terdistorsi dan pikiran.
h. Gangguan Tic : Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan aktifitas yang sama serta berulang, gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.
Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan, gangguan afektif, dan skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Sedangkan gangguan perilaku dan gangguan perkembangan, gangguan eliminasi, gangguan belajar dan komunikasi dimulai pada masa kanak-kanak saja, meskipun dapat berlanjut terus sampai dewasa. Dalam kasus yang jarang terjadi, gangguan tic dapat terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal yang tidak biasa bagi seorang anak memiliki lebih dari satu gangguan.
2. Jenis Gangguan jiwa yang ditangani pada Remaja
a. Gangguan Cemas
Cemas (ansietas) adalah perasaan gelisah yang dihubungkan dengan suatu antisipasi terhadap bahaya, ini berbeda dengan rasa takut, yang merupakan bentuk respon emosional terhadap bahaya yang obyektif, walaupun manifestasifisiologik yang ditimbulkannya sama cemas merupakan suatu bentuk pengalamanan yang umum, tapi dapat ditemui dalam bentuk yang berbeda pada gangguan psikiatrik dan gangguan medis Diagnosis mengenai cemas ditegakkanapabila gejala cemas mendominasi dan menyebabkan distres (rasa tertekan) atau gangguan yang nyata.
b. Gangguan Depresi
Dalam perkembangan normal pun seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk mengalami depresi, oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas dan hati-hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
1. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya
2. Tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelelahan sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.
c. Gangguan somatoform ( Psikosomatik )
Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan psikosomatik . Ciri uatama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan dengan permintaan pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak adanya kemungkinan penyebab psikologis, walaupun ditemukan gejala ansietas dan depresi yang nyata.
d. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat dalam kemampuan menilai realitas, yang bukan karena retardasi mental atau gangguan penyalahgunaan NAPZA. Terdapat gejala yaitu waham , halusinasi,
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
· Skizofrenia
· Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik
· Gangguan waham
· Gangguan mental organik dengan gejala psikotik ( yang ditandai oleh adanya antara lain delirium,demensia )
Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama dengan skizofrenia pada masa dewasa, dengan gejala psikotik yang khas, seperti adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi, asosiasi yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau ), katatonia, afek yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.
e. Gangguan Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan zat Adikiflainnya )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan NAPZA :
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan NAPZA :
· Konflik keluarga yang berat
· Kesulitan Akademik
· Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan tingkah laku dan depresi.
· Penyalahgunaan NAPZA oleh orang –tua dan teman
· Impulsivitas
· Merokok pada usia terlalu muda.
Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan seorang remaja akan menjadi penggunaan NAPZA.
3. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia
a. Skizofernia
Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga.
b. Parafrenia
Parafrenia merupakan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.
c. Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
1) Gangguan Afektif tipe Depresif
2) Gangguan Afektif tipe Manik
d. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Neurosis cemas dan panic
2) Neurosis obsesif kompulsif
3) Neurosis fobik
4) Neurosis histerik (konversi)
5) Gangguan somatoform
6) Hipokondriasis
G. PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS
Menangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik
↓
Pencegahan primer
↓
Penanganan multidisiplin
↓
Spesialisasi keperawatan jiwa
1. DULU :
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
2. SEKARANG :
a. Meningkatkan Iptek
b. Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat
c. Perlu pemahaman tentang human right
d. Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.
H. Perawatan Klien Gangguan Jiwa
1. Perawatan di Rumah Sakit Jiwa.
Rencana keperawatan klien di rumah sakit jiwa meliputi:
a. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan selama klien dirawat: Pada awal klien di rawat,perawat hendaknya melakukan kontrak hubungan dengan klien dan keluarga.Keluarga mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam proses keperawatan yang direncanakan melalui kontrak yang telah disepakati.Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama untuk membantu klien mengungkapkan dan mengenal perasaannya,mengidentifikasi kebutuhan dan masalahnya,mencari alternative pemecahan masalah,melaksanakan alternative yang dipilih serta mengevaluasi hasilnya.Tindakan keperawatan terhadap keluarga antara lain:
1) Menyertakan keluarga dalam rencana perawatan klien
2) Menjelaskan pola perilaku klien dan cara penanganannya
3) Membantu keluarga berperilaku terapeutik,yang dapat menolong memecahkan masalah klien.
4) Mengadakan pertemuan antar keluarga klien:diskusi,membagi pengalaman,mengatasi masalah klien.
6) Menganjurkan kunjungan keluarga yang teratur.
Persiapan Pulang: Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilajutkan dengan perawatan di rumah.Untuk itu,selama di rumah sakit perlu dilakukan persiapan pulang.Persiapan pulang dilakukan segera mungkin setelah dirawat serta diintegrasikan di dalam proses keperawatan.Persiapan atau rencana pulang bertujuan untuk:
1) Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik,psikologis dan sosial
2) Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.
3) Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat
4) Melaksanakan proses pulang yang bertahap.
b. Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalampersiapan pulang adalah:
1) Pendidikan (edukasi,reedukasi,reorientasi).Youssef menemukan penurunan angka kambuh pada klien dan keluarga yang mengikuti program pendidikan.Pendidikan kesehatan ini ditujukan pula untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa bagi klien. Program pendidikan yang dapat dilakukan adalah: a) Ketrampilan khusus: ADL,perilaku adaptif,aturan makan obat,penataan rumah tangga,identifikasi gejala kambuh,pemecahan masalah. b) Keterampilan umum: komunikasi efektif,ekspresi emosi yang konstruktif,relaksasi,pengelolaan stress (stress management).
2) Program pulang bertahap.Setelah klien mempunyai kemampuan dan ktrampilan mandiri maka klien dapat mengikuti program pulang bertahap.Tujuannya adalah melatih klien kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.Klien,keluarga,bahkan kalau perlu masyarakat dipersiapkan, antara laian apa yang harus dilakukan klien di rumah, apa yang harus dilakukan keluarga untuk membantu adaptasi.Kegiatan yang dilakukan klien dan keluarga di rumah dapat dibuat daftar dan dievaluasi keberhasilannya sebagai data untuk rencana berikut.
3) Rujukan. Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan langsung dengan rumah sakit.Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang.
c. Rencana Perawatan di rumah.
Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada Puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program integrasi kesehatan jiwa.Perawat komuniti yang menangani klien dapat menganggap rumah klien sebagai “ruang perawatan”.Perawat,klien dan keluarga bekerja sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat.Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah dan aftercare di Puskesmas. Perawat membantu klien dan keluarga menyesuaikan diri dilingkungan keluarga,dalam hal sosialisasi,perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah.
2. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Di Puskesmas
Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang, dan sebaliknya pada klien gangguan jiwa yang akan dirujuk ke RSJ.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa. klien, (individu, keluarga, kelompok komunitas).
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya, Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yangf berhubungan denga asuhan keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Post a Comment