BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Katarak
· Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). (brunner & suddarth .2001, keperawatan medikal bedah vol.3, EGC. Jakarta).
· Katarak adalah penurunan progresif kerjernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. (Elizabeth J. corwin.2000, buku saku patofisiologi, EGC. Jakarta).
· Katarak adalah kekeruhan (bayangan seperti awan) pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima cahaya. (Barbara C. long. 1996, perawatan medikal bedah vol.2, Yayasan Alumni Keperawatan. Bandung).
· Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa. (sidarta ilyas, 1998)
· Katarak adalah suatu bagian yang kabur dan keruh pada lensa mata, yang disebabkan oleh menebalnya zat-zat protein di dalam lensa itu sendiri. (Clifford R. 1982. Petunjuk Modern Kepada Kesehatan. IPH. Bandung)
· Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran yang diproyeksi pada retina dan merupakan penyebab umum kehilangan pandangan secara bertahap. (Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata/Indrian N. Istiqomah. Jakarta. EGC. 2004)
· Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa beberapa abad yang lalu apabila pengurangan visus diperkirakan oleh suatu tabir (layar) yang diturunkan di dalam mata, agak seperti melihat air terjun. (Perawatan Mata. Vera H. Darling, Margaret R. Thorpe).
· Katarak (pasca operasi) adalah terjadinya opasitas progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. (Rencana Asuhan Keperawatan,M.E.Doenges. Jakarta.EGC.1999).
B. Etiologi
Penyebab katarak meliputi :
1. Degeneratif(ketuaan), biasanya dijumpai pada katarak senilis dikarenakan proses degenerasi atau kemunduran serat lensa karena proses penuaan dan kemungkinan besar menjadi menurun penglihatanya.
2. Trauma, contohnya terjadi pada katarak traumatika, seperti trauma tembus pada mata yang disebabkan oleh benda tajam/tumpul, radiasi (terpapar oleh sinar –X atau benda-benda radioaktif).
3. Penyakit mata lain, seperti uveitis.
4. Penyakit sistemik (diabetes militus), contohnya terjadi pada katarak diabetika dikarenakan gangguan metabolisme tubuh secara umum dan retina sehingga mengakibatkan kelainan retina dan pembuluh-pembuluh darahnya. Diabetes akan mengakibatkan kelainan dan kerusakan pada retina.
5. Defek kongenital, salah satu kelainan heriditer sebagai akibat infeksi virus prenatal) dan katarak developmental terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan sebagai akibat dari defek kongenital. Kedua bentuk ini mungkin disebabkan oleh faktor herediter, toksis, nutrisional, atau proses peradangan.
C. Klasifikasi
Macam-macam katarak :
1. Katarak senile
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur hingga tinggal proyeksi sinar saja. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
Katarak senil dapat terbagi dalam berberapa stadium :
a. Katarak insipiens, dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
b. Katarak imatur, dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai terserap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada katarak imatur maka penglihatannya mulai berangsur-angsur menjadi berkurang, hal ini diakibatkan media penglihatan tertutup oleh kekeruhan lensa yang menebal.
c. Katarak matur, merupakan proses degenarasi lanjut lensa. Terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi saja.
d. Katarak hipermatur, dimana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa ( katarak morgagni). Pada stadium ini terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks lensa yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium hipermatur akan terlihat lensa yang lebih kecil dari pada normal, yang akan mengakibatkan iris trimulans, dan bilik mata depan terbuka.
Perbedaan stadium katarak senile
Insipien | Imatur | Matur | Hipermatur | |
Kekeruhan | Ringan | Sebagian | Seluruh | Masif |
Cairan lensa | Normal | Bertambah | Normal | Berkurang |
Iris | Normal | Terdorong | Normal | Tremulans ( ) |
Bilik mata depan | Normal | Dangkal | Normal | Dalam |
Sudut bilik mata | Normal | Sempit | Normal | Terbuka |
Shadow test | Negatif | Positif | Negatif | Pseudo positif |
Penyulit | - | Glaukoma | - | Uveitis, glaukoma |
2. Katarak congenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Katarak kongenital yang terjagi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi lahir sampai usia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan. Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap bayi dengan lekokoria sebaiknya difikirkan diagnosis bandingan seperti retinoblastoma, endoftalmitis, fibroplasi retroletal, hiperplastik viterus primer, dan miopia tinggi disamping katarak sendiri.
Beberapa macam jenis katarak kongenital :
a. Katarak lamelar atau zonular
Bila pada permulaan perkembangan serat lensa normal dan kemudian terjadi gangguan perkembangan serat lensa. Biasanya perkembangan serat lensa selanjutnya normal kembali sehingga nyata terlihat adanya gangguan perkembangan serta lensa pada satu lamel daripada perkembangan lensa tersebut. Katarak lamelar bersifat herediter yang diturunkan secara dominan dan biasanya bilateral. Tindakan pengobatan atau pembedahan dilakukan bila fundus okuli tidak tampak pada pemeriksaan funduskopi.
b. Katarak polaris posterior
Katarak polaris posterior ini terjadi akibat arteri hialoid yang menetap (persisten) pada saat tidak dibutuhakan lagi oleh lensa untuk metabolismenya. Ibu dan bayi akan melihat adanya leukokoria pada mata tersebut. Pada pemeriksaan akan terlihat kekeruhan di dataran belakang lensa. Bila dilakukan pemeriksaan funduskopi akan terlihat serat sisa arteri hialoid yang menghubungkan lensa bagian belakang dengan papil saraf optik. Adanya arteri hialoid yang menetap ini dapt dilihat dengan pemeriksaan ultrasonografi. Bila fundus okuli masih terlihat, maka perlu tindakan bedah pada katarak polar posterior ini karena tidak akan terjadi ambilopia eksanopsia. Bila fudus okuli tidak tampak, maka dialakukan tindakan bedah iridektomi optik atau bila mungkin dilakukan lesenktomi. Ekstrasi linear ataupun disisio lentis merupakan kontra indikasi karena akan terjadi tarikan arteri hialoid dengan papil yang dapat mengakibatkan ablasi retina.
c. Katarak polaris anterior
Katarak polaris arterior atau piramidalis arterior akibat gangguan perkembangan lensa pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada saat ibu dengan kehamilan kurang dari 3 bulan mendapat infeksi virus, maka amnionya akan mengandung virus. Plakoda lensa akan mendapat infeksi virus hingga rubela masuk ke dalam vesikel akan menjadi lensa. Gambaran klinis akan terjadi ialah adanya keluhan ibu karena anaknya mempunyai leukokoria. Pada pemeriksaan subjektif akan terlihat kekeruhan pada kornea dan terdapatnaya fibrosis di dalam bilik mata depan yang menghubungkan kekeruhan kornea dengan lensa yang keruh. Kekeruhan yang terlihat pada lensa terletak di polus anterior lensa dalam bentuk piramid dengan puncak di dalam bilik mata depan. Kekeruhan lensa pada katarak polar anterior ini tidak progresif. Pengobatan dilakukan bila kekeruhan mengakibatkan tidak terlihatnya fundus bayi tersebut. Tindakan bedah yang dilakukan adalah disisio lentis atau suatu ekstraksi linear.
d. Katarak sentral
Katarak sentral merupakan katarak halus yang terlihat pada bagian nukleus embrional. Katarak ini terdapat 80% orang normal dan tidak menggangu tajam penglihatan. Pengobatan tidak dilakukan pada katarak sentral karena tidak menggangu tajam penglihatan dan fundus okuli dapat dilihat dengan mudah.
3. Katarak traumatic
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma lensa mata, serta robekan pada kapsul sebagai akibat dari benda tajam. Apabila terjadi lubang yang besar pada kapsul lensa, maka humor akuosus akan masuk ke dalam lensa dan menyebabkan penyerapan lensa, serta menyebabkan uveitis.
4. Katarak juveniladalah katarak yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena:
a. Lanjutan katarak kongenital yang makin nyata.
b. Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat :
· Penyakit lokal pada satu mata,seperti akibat uveitis anterior, glaukoma, ablasi retiana, miopia tinggi, ftsis bulbi, yang mengenai satu mata.
· Penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotonia distrofi,yang mengenai kedua mata akibat trauma tumpul ataupun tajam
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.
5. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa. Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, miopia tinggi, abalasi retina dan glaukoma. Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata.
6. Katarak diabetika
Katarak diabetika adalah katarak yang disebabkan oleh penyakit diabetes.
D. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa :
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e. Kesulitan melihat pada malam hari
f. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
g. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.
3. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata (glukoma) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
E. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih(bening), transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di ferifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukeus mengalami perubahan warna menjadi cokelat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke daerah di luar lensa,misalnya,dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan menggangu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dan tidak ada pada pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun menpunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya merupakan proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasikan awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering menyebabkan terjadinya katarak meliputi sinar UV B,obat-obatan,alkohol,merokok,diabetes,dan asupan vitamin antioksi dan yang kurang dalam waktu yang lama.
BACA JUGA: Makalah Gangguan Refraksi Mata
BACA JUGA: Makalah Gangguan Refraksi Mata
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,lensa, akueus atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit sistem saraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, massa tumor pada hipofisis/ otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Pengukuran tonografi : mengkaji intraorkuler (TIO) (NORMAL 12-25 mm Hg).
Pengukuran gonioskopi : membantu membedakan sudut terbuka atau sudut tertutup glaukoma.
Pengukuran gonioskopi : membantu membedakan sudut terbuka atau sudut tertutup glaukoma.
4. Test provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/tipe glaukoma bila TIO normal atau hanya meningkat ringan.
5. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atropi lepeng optik, papiledema, pendarahan retina,dan mikroaneurisme. Dilatasi dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
6. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukan anemia sistemik/ infeksi.
EKG, kolestrol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan arterosklerosis, PAK.
EKG, kolestrol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan arterosklerosis, PAK.
7. Test toleransi glaukosa/ FBS : menentukan adanya/kontrol diabetes.
G. Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma
3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni :
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
H. Pencegahan
Perawat sebagai anggota penting tim perawatan kesehatan, dan sebagai pendidik dan praktiksi kebiasaan kesehatan yang baik, dapat memberikan pendidikan dalam hal asuhan mata, keamanan mata, dan pencegahan penyakit mata. Perawat dapat mencegah membantu orang belajar bagaimana mencegah kontaminasi silang atau penyebaran penyakit infeksi kepada orang lain melalui praktek higiene yang baik. Perawat dapat mendorong pasien melakukan pemeriksaan berkala dan dapat merekomendasikan cara mencegah cedera mata.
Kapan dan seringnya mata seseorang harus diperiksa tergantung pada usia pasien, faktor resiko terhadap penyakit dan gejala orkuler. Orang yang mengalami gejala orkuler harus segera menjalani pemeriksaan mata. Mereka yang tidak mengalami gejala tetapi yang berisiko mengalami penyakit mata orkuler harus menjalani pemeriksaan mata berkala. Pasien yang menggunakan obat yang dapat mempengaruhi mata, seperti kortekosteroid, hidrokksikloroquin sulfat, tioridasin HCI, atau amiodarone, harus diperiksa secara teratur. Yang lainya harus menjalani evaluasi glaukoma rutin pada usia 35 dan reevaluasi berkala setiap 2 sampai 5 tahun.
I. Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yang terjadi berupa : visus tidak akan mencapai 5/5. Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan komplikasi berupa glukoma dan uveitis.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
a. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain :
· Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) .
· Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
· Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
· Perubahan daya lihat warna
· Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata
· Lampu dan matahari sangat mengganggu
· Sering meminta ganti resep kaca mata
· Lihat ganda
· Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
· Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
· DM
· hipertensi
· pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.
· Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
· ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
· Kaji riwayat alergi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
B. Data Dasar Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
2. Makanan/cairan
Gejala : muntah/mual (glaukoma akut).
3. Neurosensori
· Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotopobia (glaukoma akut). Perubahan kacamata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
· Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan (glaukoma darurat). Peningkatan air mata.
4. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba/ berat menetap atau tekanan pada sekitar mata,sakit kepala (glaukoma akut).
5. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor,(contoh peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma). Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan visus
2. Infeksi resiko tinggi terhadap prosedur invasive
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan TIO
4. Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada lensa mata.
5. Ansietas berdasarkan kehilangan penglihatan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan/pengobatan
7. Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
8. Resiko terhadap cedera dan yang berhubugan dengan kerusakan penglihatan atau kurang pengetahuan.
D. Intervensi
· Diagnosa 1
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan visus
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
1. Diskusi tentang pembatasan aktivitas
2. Ambulasi dengan bantuan berikan kamar mandi khusus
3. Dorong nafas dalam bentuk untuk bersihan paru
4. Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas dalam dan latihan relaksasi
5. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
6. Berikan obat sesuai indikasi antiemetic
· Diagnosa 2
Infeksi resiko tinggi terhadap prosedur invasive
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup dan meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam serta mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi :
Mandiri
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukkan lensa kontak bila menggunakan.
3. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
4. Observasi tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan, kelopak bengkak, drainase purulen. Identifikasi tindakan kewaspadaan bila terjadi ISK.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi:
Antibiotik (topical, parenteral, atau subkonjungtival)
2. Steroid
3. Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah area kontaminasi area operasi
4. Teknik aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang
5. Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
6. Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlikan upaya intervensi. Adanya ISK meningkatkan adanya resiko kontaminasi silang.
· Diagnosa 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan TIO
Tujuan : menyatakan pemahaman faktor yang terlibat kemungkinan cedera
Intervensi
Mandiri
1. Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata
2. Beri pasien posisi bersandar, atau miring ke sisi yang tidak sakit sesuai keinginan
3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk
4. Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestes
5. Dorong nafas dalam, batuk untuk bersih paru
6. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
7. Minta pasien untuk membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hipema (perdarahan pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi.
8. Observasi pembengkakan luka, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
Kolaborasi
1. Berikan antiemetik sesuai indikasi
2. Berikan analgesic
· Diagnosa 4
Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada lensa mata.
Tujuan : klien akan mendemontrasikan peningkatan kemampuan untuk memproses rangsangan visual dan mengomunikasikan pembatasan pandangan.
Intervensi
1. Kaji dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus) dasar
2. Dapatkan deskripsi fungsi tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat oleh klien
3. Adaptasikan lingkungan dengan kebutuhan visual klien dengan cara orientasikan klien pada lingkungan
4. Letakkan alat-alat yang sering digunakan dalam pandangan klien (seperti, tv control, teko, tisu)
5. Berikan pencahayaan yang paling sesuai dengan klien
6. Cegah glare (sinar yang menyilaukan)
7. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat
8. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, birara dan menyentuh sering
9. Orientasikan pasien terhadap lingkungan dan orang lain di areanya
10. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan ferifer hilang. Dan buta titik mungkin ada
11. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata
12. Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan pada sisi yang tak dioperasi
· Diagnosa 5
Ansietas berdasarkan kehilangan penglihatan
Tujuan : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
Intervensi
1. Kaji tingkat ansietas derajat pengalaman nyeri/timbulnya secara tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini
2. Dorong pasien untuk mengukur masalah dan mengekspresikan perasaan
3. Identifikasi sumber orang yang
· Diagnosa 6
Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan/pengobatan
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan
Intervensi
1. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur lensa
2. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas
3. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung, penggunaan sprey, bedak bubuk, merokok
4. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan atau penutup padaa malam
5. Anjurkan pasien tidur telentang mengatur intensitas lampu dan menggunakan kaca mata gelap bila keluar atau dalam ruangan terang, batuk dengan mulut atau mata terbuka
· Diagnosa 7
Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketekutan dan depresi : penerimaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
Intervensi
1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman. Jawab pertanyaaan, memberi dukungan, membantu pasien melengkapi metode koping.
2. Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
3. Jelaskan rutinitas perioperatif.
ü Preoperatif : tingkat aktivitas, pembatasan diet, obat-obatan.
ü Intraoperatif : pentingnya berbaring diam selama pembedahan atau memberi peringatan kepada ahli bedah ketika terasa akan batuk atau akan berganti posisi. Muka ditutup dengan kain, dan diberikan O₂. Suara bising dan peralatan yang tak biasa. Pemantauan, termasuk pengukuran tekanan darah yang sering.
ü Pasca operasi : pemberian posisi,pembalutan, tingkat aktivitas , pentingnya bantuan untuk ambulasi sampai stabil dan adekuat secara visual.
4. Jelaskan intervensi sedetil-detinya ; perkenalkan diri anda pada setiap interaksi ; terjemahkan setiap suara asing; pergunakan sentuhan untuk membantu komunikasi verbal.
5. Dorong untuk menjalankan kebiasaaan hidup sehari-hari bila mampu. Pesan makanan yang bisa diamakan dengan tangan bagi mereka yang tak dapat melihat dengan baik atau tak dapat melihat dengan baik atau tak mempunyai keterampilan koping untuk menggunakan peralatan makan.
6. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
7. Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan (pengunjung, radio, rekaman audio, TV, kerajinan tangan permainan)
· Diagnosa 8
Resiko terhadap cedera dan yag berhubugan dengan kerusakan penglihatan atau kurang pengetahuan.
Tujuan : pencegahan cedera.
Intervensi
1. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai. Ingat bahwa balutan bilateral menjadikan pasien tak dapat melihat, mengunakan tekhnik bimbingan penglihatan.
2. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataaan meja-kursi tanpa pasien diorentasi terlebih dahulu.
3. Orientasikan pasien pada ruangan.
4. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperintahkan.
5. Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma.
6. Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata. Defek kongenital mrupakan salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Salah satu diagnosa kep.yang bisa muncul yaitu Resiko tinggi terhadap cedera b/d kehilangan vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan TIO.
DAFTAR PUSTAKA
http://askep-kesehatan-stikes-panrita-husada.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan-klien-katarak.html
http://aqibpoenya.wordpress.com/askep-katarak/
http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.com/2013/03/asuhan-keperawatan-katarak.html
http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.com/2012/12/askep-katarak.html
إرسال تعليق