BAB I
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Kabupaten Lembata merupakan salah satu kabupaten baru dipropinsi NTT. Kabupaten ini terbentuk pada tanggal 12-10-1999, namun perjuangan untuk mencapai cita-cita sebagai suatu daerah otonomi telah dilakukan sejak tahun 1954. Tanggal 12 Oktober 2012 yang akan datang ini kabupaten Lembata akan merayakan hari ulang tahun yang ke-13.
Sebagai kabupaten relatif baru maka masih  banyak hal yang haru dikerjakan, dibangun dan dipenuhi untuk mengejar ketertinggalan. Dalam era otonomi sekarang ini, kabupaten Lembata terus mengarahkan pembangunan dan peningkatan pembangunan dalam berbagai sektor, baik sektor ekonomi, kesehatan dan pendidikan strategi pembangunan kabupaten Lembata selama ini berpedoman pada visi kabupaten Lembata yakni Terwujudnya masyarakat Lembata yang maju, sejahtera, mandiri dan berdaya saing. Prioritas pembangunannya dikemas dalam panca program kabupaten Lembata yang meliputi:
a.       Peningkatan kualitas sumber daya manusia.
b.      Pemberdayaan masyarakat dan desa serta pengembangan potensi ekonomi daerah.
c.       Percepatan pembangunan infrastruktur yang memadai dan berkelanjutan.
d.      Peningkatan kemampuan keuangan daerah dan investasi daerah.
e.       Membangun birokrasi yang profesional berbasis kinerja.


1.2.      Maksud dan Tujuan
Dengan mencermati permasalahan pokok yang ada secara arif dan bijaksana serta memperhatikan potensi yang ada kami menawarkan maksud dan tujuan pembangunan daerah selama kurun waktu (2006-2012) yaitu:
a.       Maksud
“Terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju, sejahtera lahir dan batin secara adil dan merata serta berdaya saing.”
1)      Mandiri, diukur dengan:
a)      -    Kemampuan keuangan daerah (KPK)
-          Indeks kemampuan rutin (IKR)
b)      Masyarakat yang percaya diri, mampu mendorong dirinya sendiri dan memanfaatkan peluang.
2)      Maju, diukur dengan:
a)      Kesehatan
b)      Tingkat penduduk
c)      Tingkat hidup layak
3)      Sejahtera, diukur dengan:
a)      Pendapatan perkapita yang semakin naik.
b)      Angka kemiskinan yang semakin menurun.
c)      Indeks pemenuhan kebutuhan dasar yang semakin baik.
d)      Indeks kriminal yang semakin menurun.
4)      Berdaya saing, diukur dengan:
a)      Meningkatkan daya tarik calon investor ke daerah secara berkelanjutan.
b)      Berkembangnya perwilayahan komoditas andalan yang semakin produktif.

b.      Tujuan
Untuk mewujudkan maksud tersebut dirumuskan tujuan sebagai berikut:
1)      Meningkatkan kemampuan dan daya dukung daerah dalam akselerasi implementasi otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab.
2)      Mengembangkan kapasitas pemerintah daerah, masyarakat dan lembaga sosial kemasyarakatan dan dunia usaha dalam pengelolahan pembangunan yang partisipatif.
3)      Meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas.
4)      Menciptakan stabalitas daerah yang umum dan terkendali melalui penegakan hak dasar rakyat.
5)      Meningkatkan sarana prasarana wilayah termaksud pada desa-desa terpencil dan potensial.
6)      Mengoptimalkan potensi ekonomi lokal dan meningkatkan investasi untuk penguatan kemampuan keuangan daerah.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   Tongak Sejarah Perjuangan Otonomi Lembata (Statement 7 Maret)
Berawal dari statement 7 Maret 1954, Bapak Petrus Gute Betekeneng perna berkata: “Tuhan tidak merubah nasib suatu bangsa kalau bangsa itu sendiri tidak mau merubahnya. Indonesia tidak akan merdeka kalau rakyat Indonesia sendiri tidak berjuang, demikian rakyat pulau Lomblen pada waktu itu tidak berubah kalau tidak diperjuangkan oleh orang Lomblen sendiri.” Dengan demikian, beliau berani melakukan perjalanan keliling Lomblen untuk menyatukan masyarakat dengan menunggang seekor kudanya yang bernama “Pelor”.
Ketika kondisi itu masyarakat Lomblen terpecah-pecah karena pengaruh perang dan pertarungan antara 2 suku yaitu Paji dan Demon. Keduanya saling bermusuhan. Suku paji yamg memimpin Kedang, Lewotolok, dan Lewoleba. Kepala Hamente bergelar “Kapitan” yang dipaksa tunduk kepada Swapraja Adonara, sedangkan suku Demon yang memimpin Hamente Kawela, Lebala, dan Lamalera. Kepala Hamente bergelar “Kakang” dipaksa tunduk kepada Swapraja Larantuka.
Yang mau diperjuangkan pada saat itu adalah Lomblen supaya tidak ada lagi istilah Paji dan Demon. Yang tempo dulu sengaja diciptakan, sehingga rakyat Lomblen saling bermusuhan.
Bapak Petrus Gute Betekeneng berpendapat kalau Lomblen tidak berpemerintahan sendiri maka cita-cita proklamasi kemerdekaan untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, lahir dan batin tidak tercapai. Berdasarkan pertimbangan tersebut, sebagai seorang pemuda dan pemimpin Partai Katolik pada waktu itu mengambil inisiatif untuk mengadakan pendekatan dengan semua komponen dari desa ke desa, dari Hasmante ke Hasmante, dari Paroki ke Paroki, mesjid, sekolah ke sekolah juga melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat dan tokoh adat untuk memberikan pemahaman, motivasi, dan keyakinan agar mereka yakin bahwa kita sekarang perlu bersatu, hidup rukun dan damai untuk membangun “Lewotana” Lomblen dan menyingkirkan istilah Paji dan Demon.
Setelah itu, dengan kesadaran sendiri masyarakat banyak yang menyetujuinya, dan dibentuklah beberapa organisasi-organisasi yang mendukung terbentuknya cita-cita tersebut.
Hingga akhirnya tercapailah langkah awal menuju tercapainya tujuan yakni dengan lahirnya Statement 7 Maret 1954 yakni dengan poin-poin atau unsur-unsur yang ada didalamnya ialah:
1)      Melihat         : UUD RI pasal 131 ayat 1 dan 2 dan pasal 132 ayat 1 dan 2.
2)      Mengetahui  : niat pemerintah pusat untuk mempersamakan bentuk dan susunan daerah-daerah otonomi seluruh Indonesia dan sedang menjalankan UU pokok daerah baru, berdasarkan UU RI 1948/22 dan UU NIT 1950/44.
3)      Mengingat    : tentang keadaan Lomblen (6)
4)      Menimbang  : yakni 5 point
5)      Berpendapat : 4 point dan kemudian memutuskan.
Selain itu juga tonggak perjuangan otonomi Lembata berdasarkan pula pada sejarah pemerintah Lembata, proses perjuangan rakyat Lembata khususnya sejarah perjuangan aspirasi menuju otonomi daerah kabupaten Lembata pada tahun 1999.
Catatan sejarah ini sangat perlu generasi penerus agar mereka lebih mengetahui tentang perkembangan Lembata dari masa ke masa bahwa semua ini diperoleh bukan sebagai hadiah, tetapi lewat suatu perjuangan dan kerja sama serta pengorbanan demi kepentingan rakyat banyak. Untuk itu generasi tua menyarankan tanggung jawab pembangunan bukan saja tanggung jawab pemerintah tetapi oleh seluruh masyarakat termasuk kaum muda, yang diharapkan menjadi pelopor pembangunan, tandas Bapak Petrus Gute Betekeneng.
2.2.   Pembangunan Lembata 2006 – 2011
a.       Potensi daerah
1)      Potensi wilayah administrasi dan penduduk
Kabupaten Lembata dibentuk dengan UU nomor 52 tahun 1999. Luas wilayah 4.620.375 km2 dengan luas daratan 1.266.380 km2/27,5% dan lautan 3.353.995 m2/72,5%. Kabupaten Lembata terdiri dari 9 kecamatan, 136 desa dan 7 kelurahan yaitu:
a)      Kecamatan Buyasuri 20 desa
b)      Kecamatan Omesuri 21 desa
c)      Kecamatan Atadei 15 desa
d)      Kecamatan Lebatukan 17 desa
e)      Kecamatan Nagawutung 14 desa
f)       Kecamatan Ile Ape 26 desa
g)      Kecamatan Wulandoni 15 desa
h)      Kecamatan Nubatukan 9 desa dan 7 kelurahan
i)       Kecamatan Ile Ape Timur
2)      Potensi sosial budaya
a)      Agama
(1)   Katolik   : 76.516 jiwa
(2)   Islam      : 25.850 jiwa
(3)   Protestan : 398 jiwa
(4)   Hindu     : 39 jiwa
b)      Kesehatan
(1)   Tenaga kesehatan           : 20 orang, bidan 68 orang, perawat 92 orang, lainnya 75 orang.
(2)   Sarana kesehatan           : rumah sakit 3 buah, puskesmas 8 buah, pustu 20 buah dan polindes 75 buah.
c)      Pendidikan
(1)   Sarana pendidikan         : TK/RA 41 buah, SD/MI 161 buah, SLTP/MT 23 buah, SLTA/MA 8 buah.
(2)   Tenaga pendidik            : TK/RA 92 orang, SD/MI 15.931 orang, SLTP/MT 3.662 orang, SLTA/MA 1341 orang.
(3)   Jumlah murid                 : TK/RA 1.739 orang, SD/MI 15.931 orang, SLTP/MT 3.662 orang, SLTA/MA 1.573 orang.
d)      Pariwisata
(1)   27 obyek wisata budaya
(2)   29 obyek wisata alam
(3)   3 obyek wisata kerajinan tangan
2.3.   Perjuangan Otonomi Lembata 1999
Seiring dengan era reformasi yang digaungkan di negeri ini, perjuangan aspoirasi rakyat Lembata kembali digaungkan. Roh dan semangat statement 7 Maret 1954 kembali menggelora.
Maka bertepatan dengan HUT statement 7 Maret ke 45, rakyat Lembata membaharui lagi komitmennya lewat pencetusan momerandum rakyat Lembata 1999. Masyarakat Lembata yang terdiri dari tokoh adat, masyarakat, agama, pemuda dan wanita perwakilan 7 (tujuh) kecamatan se-Lembata hari itu bulatkan tekad baharui komitmen dikomandani oleh Pembantu Bupati Flores Timur wilayah Lembata terakhir Drs. Stanis Atawolo.
Momerandum rakyat Lembata 1999 ini menghasilkan 4 keputusan penting, dua keputusan diantaranya dengan tegas menyatakan tetap berjuang untuk menggugah perhatian pemerintah agar pernyataan/statement 7 Maret 1954 yang menjadi tangga awal perjuangan aspirasi rakyat Lembata perlu direalisasikan dan Lembata menghendaki berdiri sendiri menjadi kabupaten otonom minimal diawali dengan kabupaten administratif dengan calon ibu kotanya Lewoleba.
2.4.  Lembata Resmi menjadi Kabupaten
Dengan demikian delegasi rakyat Lembata yang merupakan tim gabungan delegasi rakyat Lembata di atas, seluruhnya berjumlah 17 orang mereka adalah Brigjen Pol (purn), Drs. Anton Enga Tikaona, Paolus Doni Ruing, S.E, Drs. Stefanus Sengaji Betekeneng, Alex Murin, Vian K. Burin, S.H., Rasyidin Rasan, Agus Baro Wuran, Drs. Joachim Boli Warat, Goris Lewoleba, Petrus Ola Atawolo, Saidi Beda, Albert Oleona dan Thomas Ataladjar. Dua tokoh pendamping adalah Drs. Pieter Boliona Keraf dan Valens Bura.
Sebagai langkah lanjut, pada tanggal 7 dan 8 Agustus 1999, 8 anggota DPR RI didampingi 3 anggota delegasi Lembata yaitu Drs. Anton Enga Tifaona, Joachim Boli Ladjar dan Albert Oleona turun tenggok Lembata, ketua rombongon DPR, Suyanto dalam pertemuan dengan masyarakat Lembata.
Maka pada hari kamis tanggal 16 September 1999 Lembata disahkan menjadi kabupaten baru dalam rapat paripurna. DPR RI di gedung DPR RI senayan Jakarta. Setelah RUU pembentukan kabupaten Lembata disetuji DPR RI tanggal 16 September 1999 maka presiden RI B.J. Habibie mensahkan dan menandatangani UU no. 52 tahun 1999 tentang pembentukan kabupaten Lembata pada tanggal 4 Oktober 1999. Kemudian diundangkan dalam lembaran negara RI tahun 1999 no.189 oleh mentri sekretaris negara RI Muladi.
Langkah selanjutnya, sebagai sebuah kabupaten baru, Lembata perlu seorang bupati yang diangkat oleh Mendagri atas nama presiden berdasarkan usul gubernur NTT.
Akhirnya calon yang direstui Mendagri adalah Drs. Pieter Boliona Keraf, sesuai SK Mendagri No.121/3076/PUOD/1999 tanggal 7 Oktober 1999. Keraf pun dilantik pada tanggal 12 Oktober 1999.
2.5.  13 Tahun Pelaksanaan Otonomi Daerah Kabupaten Lembata (1999-2012)
13 tahun pelaksanaan otonomi Lembata telah memberikan banyak perubahan dan kemajuan pada kabupaten Lembata, mulai dari pembangunan, pendidikan, kesehatan dll telah diupayakan agar dapat mencapai hasil yang maksimal.
Walaupun sempat gelar otonomi bagi Lembata hampir saja dilepaskan namun ternyata Tuhan masih memberikan kesempatan untuk Lembata agar dapat memperbaiki, dan mengembangkan kembali hal-hal yang merupakan kewajiban dalam mengembangkan otonomi.
Sudah lebih dari satu dekade sejak peristiwa statement 7 Maret 1954 akhirnya Lembata bisa bernafas lega, walaupun perjuangan tidak hanya sampai disitu, masih ada banyak hal yang harus diperjuangkan.
Terutama sebagai penerus Lewotana generasi muda harus meneladani kisah-kisah dan perjuangan generasi sebelumnya dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
Kini manfaat telah banyak dirasakan sejak otonomi disandang oleh kabupaten Lembata, namun tidaklah hanya sampai disitu tujuan-tujuan lain untuk memakmurkan Lembata juga harus diperjuangkan agar memberi manfaat yang lebih besar dikemudian harinya.
BAB III
PENUTUP

Proses lahirnya statement 7 Maret memang sebuah perjuangan. Hal itu pun dilakukan dengan ketulusan dan jauh dari upaya “gila kursi” seperti yang disinyalir anggota DPRD Flores yang mewakili Lembata PM De Rosari.
Upaya yang tulus berpijak pada kenyataan, Lembata yang satu di obrak-abrik secara sengaja kedalam Paji-Demon yang berujung pada perselisihan berkepanjangan lebih lagi, mekanisme pemerintahan swapraja Larantuka dan Adonara dilihat sebagai upaya baru “penjajahan” yang tidak perlu. Jelasnya, selama model itu dipertahankan, maka kemerdekaan RI pada itu ketiadaan makna bagi masyarakat Lomblen.
Melihat alur persiapan hingga dihasilkannya statement 7 Maret maka terbersit harapan agar persatuan yang sudah digalang, tidak dipermainkan. Petrus Gute Betekeneng, sebagai inisiator membahasakannya secara sangat mendalam lewat sambutannya dengan menilai orang yang ingin menyebabkan perpecahan sebagai orang terkutuk.
3.1.  Kesimpulan
               Kita harus hormat-menghormati, harga-menghargai, kasih mengasihi hidup bersaudara dalam dalam untuk diwarikan kepada anak cucu kita, kita tidak mewariskan perpecahan dan kekacauan karena Injil dan Al-Qur’an mengajar kita saling mengasihi dan hidup bersaudara antar sesama sebagai anak Tuhan.
3.2.  Saran
Semoga dengan adanya tulisan ini dapat membantu masyarakat khususnya untuk kalangan pelajar dan generasi muda dalam mengingat sejarah Lembata. Dapat pula dipelajari agar dimasa yang akan datang bisa tetap kita kenang.

DAFTAR PUSTAKA



Post a Comment

Previous Post Next Post